Implementasi IT dalam Bidang Pemerintahan: Penerapan e-Procurement System dalam mendukung e-Governance dan Good Corporate Governance
Salah satu unsur untuk mewujudkan Good Governance di era reformasi adalah keterbukaan atau transparansi dalam pemerintahan, oleh karena itu diperlukan adanya inovasi dan ide-ide baru yang dalam proses penerapannya tidak menyalahi aturan-aturan yang berlaku. Tantangan untuk mewujudkan inovasi tersebut adalah dengan memanfaatkan kehadiran teknologi informasi yang berbasis internet.
Dalam era informasi, daya saing bangsa ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusianya dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang memberikan dampak perubahan yang besar pada kehidupan masyarakat. Kemampuan sumber daya ini antara lain dapat diperoleh dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian baik dalam teknologi inti maupun aplikasinya supaya dapat memberikan konstribusi pada pembangunan nasional, meningkatkan kompetensinya, dan mengembangkan kemampuan sesuai dengan perkembangan global.
Tuntutan tata kelola yang baik, benar dan transparan pada suatu organisasi baik di korporasi, pemerintahan bahkan di LSM semakin meningkat. Sebenarnya keinginan untuk mengembangkan tatakelola suatu organisasi bukan hal baru, tapi hal ini mencuat sejak awal 2000-an dengan munculnya beberapa skandal di beberapa perusahaan yang meyebabkan tidak sehatnya suatu usaha.
Tata kelola organisasi seperti di pemda, universitas dan perusahaan sangat penting bagi pemegang saham, investor, wakil pengemban amanah, pegawai, kreditor dan pelanggan sebagai pengguna jasa. Beberapa organisasi telah mencoba mengeluarkan suatu pedoman tentang tata kelola korporasi yang baik. Tata kelola di korporasi dengan penyediaan suatu struktur untuk mendapatkan suatu tujuan dari organisasi dan pemantauan kinerja untuk meyakinkan bahwa tujuan telah tercapai. Pedoman tata kelola organisasi tidak tunggal, bisa dikembangkan sesuai dengan macam atau bentuk organisasi. Pada umumnya wakil pemilik organisasi menunjuk dewan direksi untuk menjaga dan meningkatkan nilai aset yang dipunyai oleh organisasi seperti aset fisik, sumber daya manusia, keuangan, kekayaan intelektual, teknologi informasi dan aset hubungan dengan pelanggan, pengguna ataupun lingkungan.
Perusahaan-perusahaan besar dan maju telah merubah cara pandangnya terhadap teknologi informasi dari sekedar alat perhitungan dan komunikasi menjadi suatu komponen yang melekat (embeded) pada perusahaan untuk tetap bisa bersaing.
IT governance diartikan sebagai struktur dari hubungan dan proses yang mengarahkan dan mengatur organisasi dalam rangka mencapai tujuannya dengan memberikan nilai tambah dari pemanfaatan teknologi informasi sambil menyeimbangkan risiko dibandingkan dengan hasil yang diberikan oleh teknologi informasi dan prosesnya. IT governance merupakan satu kesatuan dengan sukses dari enterprise governance melalui peningkatan dalam efektivitas dan efisiensi dalam proses perusahaan yang berhubungan. IT governance menyediakan struktur yang menghubungkan proses TI, sumber daya TI dan informasi bagi strategi dan tujuan perusahaan. Lebih jauh lagi IT governance menggabungkan good (best) practice dari perencanaan dan pengorganisasian TI, pembangunan dan pengimplemantasian, delivery dan support, serta memonitor kinerja TI untuk memastikan kalau informasi perusahaan dan teknologi yang berhubungan mendukung tujuan bisnis perusahaan. IT governance memungkinkan perusahaan untuk memperoleh keuntungan penuh dari informasinya, dengan memaksimalkan keuntungan dari peluang dan keuntungan kompetitif yang dimiliki.
Ada Lima kata kunci keputusan tatakelola teknologi informasi adalah sebuah aset yang strategis sebagai berikut:
Pertama, IT principles. Keputusan teknologi informasi ini adalah kumpulan dari pernyataan-pernyataan level eksekutif tinggi tentang bagaimana teknologi informasi dapat digunakan organisasi. Sekali pernyataan diartikulasikan, prinsip TI menjadi bagian dari managemen organisasi, yang terus didiskusikan dan dilaksanakan demi perbaikan organisasi, baik di sektor pemasaran, keuangan, pabrik dan lain-lain.
Kedua, IT architecture decisions. Dengan mengklarifikasikan teknologi sebagai pendukung bisnis organisasi yang telah dikembangkan melalui IT principlies baik secara eksplisit maupun implisit, selanjutnya memerlukan proses standardisasi dan integrasi di dalam suatu organisasi. Arsitektur TI adalah pengorganisasian logika dari data, aplikasi dan infrastruktur yang dikemas dalam suatu kebijakan, hubungan dan pemilihan teknologi untuk mendapatkan integrasi dan standardisasi teknis dan bisnis yang diharapkan. Dalam banyak kasus di Indonesia saat ini banyak persoalan masalah integrasi dan koordinasi, kepentingan sektoral masih menjadi problem, sehingga sering gagalnya proyek IT di perusahaan yang menghabiskan banyak biaya.
Ketiga, IT infrastructure. Prasarana dan sarana teknologi informasi yang menyangkut jaringan, komputer, perangkat keras dan lunak lainnya adalah suatu kumpulan komponen yang diharapkan bisa mempercepat proses perhitungan, pengiriman dalam berbagai media informasi (data, informasi, gambar, video, teks) dalam waktu yang singkat dan proses penyimpanan yang efektif. Suatu sarana yang bisa dikontrol dari pusat kekuasaan dan yang dipakai bersama menjadi hal yang penting. Perencanaan kapasitas, baik di penyimpanan, pengiriman (bandwidth) maupun pelayan, menjadi penting. Tanpa ada perencanaan yang baik, maka akan menyebabkan buruknya image dan kinerja IT di perusahaan
Keempat, IT Software. Dalam pengembagan teknologi informasi diperlukan sejumlah aplikasi yang dapat memberikan suatu nilai tambah bagi organisasi. Ada dua hal penting, yaitu kreativitas dan disiplin: kreativitas diperlukan untuk mengidentifikasi suatu cara atau proses baru dari organisasi sehingga ada nilai yang bermakna; disiplin menyangkut hal yang berkaitan dengan integritas arsitektur sehingga meyakinkan bahwa aplikasi yang dibangun memang sesuai dengan arsitektur organisasi yang terintegrasi dan terinovasi.
Kelima, Investasi dan prioritas teknologi informasi. Investasi teknologi informasi sering menjadi bahan yang sulit dimengerti oleh top manajemen dari suatu organisasi, hal ini dikarenakan nilai baru yang ditimbulkan tidak langsung terasa oleh organisasi.
Kelima dasar tersebut diatas sangat penting dipahami oleh pimpinan organisasi pemerintahan daerah agar dapat menjadi bagian dari good corporate governance. Proyek e-local government di berbagai daerah masih sering terjadi pemborosan dan belum bermanfaat secara optimal, hal ini karena belum dipahami tentang pengembangan teknologi informasi dan belum adanya alat kendali oleh pimpinan pemerintahan daerah.
Dewasa ini hampir sebagian besar institusi pemerintah di pusat maupun di daerah mengaplikasikan teknologi informasi tersebut dengan membangun berbagai portal (website) dengan tampilan beragam dan menyediakan berbagai informasi yang berkaitan dengan tugas dan fungsi dari institusi yang bersangkutan. Hal yang demikian dikenal sebagai e-Government, yang diharapkan dapat mendorong terjadinya reformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di mana transparansi kebijakan dan pelaksanaan otonomi daerah akan makin mudah dikelola dan diawasi.
Salah satu bentuk penerapan dari e-Government adalah e-Procurement atau e-Tendering yang merupakan wujud hubungan government-to-bussiness (G2B) dari pemasok/ penyedia barang/jasa ke Instansi Pemerintah melalui internet dan wujud hubungan citizen-to-government (C2G) yang mana masyarakat mendapatkan akses untuk memantau proses pengadaan barang yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah. Lewat internet ini, mekanisme pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan secara on-line (real time). Sebagai bentuk generasi terbaru dari Supply Chain Management (SCM) atau biasa dikenal dengan istilah collaboration commerce.
e-Procurement adalah proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik yang berbasis web/internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi yang meliputi pelelangan umum secara elektronik yang diselenggarakan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). e-Procurement merupakan salah satu media yang sangat efektif untuk menekan pembiayaan proses lelang baik dari sisi penyedia barang/jasa maupun Instansi Pemerintah sebagai pengguna barang/jasa.
Proses Pengadaan Secara Elektronik Proses lelang yang dilakukan secara elektronik adalah :
1. Pengumuman lelang oleh Panitia
2. Upload dokumen lelang oleh Panitia
3. Download dokumen lelang oleh Panitia
4. Penjelasan lelang
5. Pemasukan dokumen penawaran oleh Penyedia
6. Pembukaan dokumen penawaran oleh Panitia
7. Pengumuman pemenang lelang
8. Sanggahan kepada PPK
Manfaat dari penggunaan e-Procurement adalah :
1. Mendapatkan Harga Pembelian Barang yang terkontrol.
2. Mempercepat Waktu Proses Pengadaan.
3. Proses pengadaan akan lebih transparan.
4. Mereduksi biaya pengadaan barang/jasa.
5. Menghemat sampai dengan 50% anggaran.
6. Memperlancar Komunikasi Buyer – Supplier.
7. Pelayanan yang baik kepada Supplier.
Keunggulan e-Procurement :
1. Tidak adanya batas ruang dan waktu karena menggunakan teknologi berbasis internet.
2. Proses pengadaan barang dapat diikuti oleh pemasok secara terbuka.
3. Proses dalam setiap tahapan pengadaan akan dengan mudah diikuti / diawasi oleh seluruh stakeholder.
4. Proses akan berlangsung secara :
a. Efisien,
b. Efektif,
c. Terbuka dan bersaing,
d. Transparan,
e. Adil/ tidak diskriminatif,
f. Akuntabel.
6. Akan lebih mendorong terjadinya persaingan antar pemasok yang lebih sehat.
7. Mencegah tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
Mengapa Panitia Pengadaan Memerlukan e-Procurement ?
1. Mendapatkan penawaran yang lebih banyak
2. Mempermudah proses administrasi
3. Mempermudah PPK/Panitia Pengadaan dalam mempertanggung jawabkan proses pengadaan
Mengapa Penyedia Memerlukan e-Procurement ?
1. Menciptakan persaingan usaha yang sehat
2. Memperluas peluang usaha
3. Membuka kesempatan pelaku usaha mengikuti lelang
4. Mengurangi biaya transportasi untuk mengikuti lelang
Mengapa Masyarakat Memerlukan e-Procurement ?
Memberi kesempatan masyarakat luas untuk mengetahui proses pengadaan. Era baru pengadaan barang/jasa dan pemerintah akan memasuki babak baru dengan dibentuknya suatu lembaga yang menangani hal-hal tersebut, yaitu Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Seperti diketahui, lembaga ini adalah lembaga Pemerintah non departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Melalui Peraturan Presiden No.106 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, lembaga ini merupakan lembaga pengganti Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Publik, Kementrian Negara PPN/Bappenas yang selama yang mengatur mengenai pengadaan barang dan jasa yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), sebagai pengejawantahan Keppres. No. 80/ 2003.
Sebagaimana tertuang dalam Perpres tersebut, LKPP mempunyai fungsi antara lain:
1. Penyusunan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan dan standar prosedur di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah termasuk pengadaan badan usaha dalam rangka kerjasama Pemerintah dengan badan usaha.
2. Pembinaan dan pengembangan sistem informasi serta pengawasan penyelenggaraan pengadaan barang/jasa Pemerintah secara elektronik (e-procurement)
3. Koordinasi dan sinkronisasi pemantauan dan evaluasi pelaksanaan proses pengadaan barang/jasa Pemerintah melalui permintaan data hasil pengadaan barang/jasa yang telah dan sedang berjalan kepada instansi Pemerintah di Pusat dan Daerah.
4. Penyiapan masukan kepada Departemen Keuangan dan Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tentang rencana pengadaan sebagai bahan referensi penyusunan dan pelaksanaan anggaran untuk dicantumkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/Lembaga (RKAKL) yang akan dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat RI.
Di sisi lain, kini semakin banyak departemen/ instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah yang menyelenggarakan pengadaan barang dan jasa secara eletronik atau yang dikenal dengan istilah E-Procurement. Dalam pelaksanaannya, E-Procurement di Indonesia telah terbukti memberikan manfaat positif dan mampu mewujudkan pengadaan barang dan jasa yang menerapkan prinsip Good Corporate Governance. Banyak kalangan departemen/ instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN dan BUMD yang mampu menghemat anggaran maupun waktu yang digunakan. E-Procurement juga dianggap bisa "membebaskan" proses pengadaan barang dan jasa dari tudingan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). Walaupun belakangan ada wacana akan membebaskan BUMN dari ketentuan Keppres No.80/2003, tapi pada prakteknya sudah cukup banyak BUMN yang menjalankan pola perekrutannya dengan inspirasi dari sini.
Sebagai BUMN yang wajib menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) atau dikenal dengan tata kelola Perusahaan yang baik dalam aspek bisnis dan pengelolaan perusahaan pada semua jajaran perusahaan, PLN menyusun tatakelola Teknologi Informasi dalam lingkup bisnis dan pelaksanaan pengelolaan perusahaan. Dukungan Teknologi Informasi dapat meningkatkan kapabilitas perusahaan dalam memberikan kontribusi bagi penciptaan nilai tambah, serta mencapai efektifitas dan efisiensi. Aspek kunci dari prinsip GCG meliputi adil, responsibilitas, transparansi, independensi, akuntabilitas, keselarasan dan kewajaran serta tanggung jawab untuk mencapai tujuan perusahaan.
Dengan Panduan Kebijakan Tata Kelola Teknologi Informasi BUMN (IT Governanve), seluruh BUMN diminta untuk melaksanakan GCG pada setiap aspek bisnis dan juga pengelolaan perusahaan pada semua jajarannya.
Dan dengan diterapkannya sistem e-procurement di PLN, maka BUMN ini dapat melakukan penghematan sebesar 400 milyar setahun. Aplikasi eProc mampu membawa manfaat bagi perusahaan yakni adanya standardisasi proses pengadaan, terwujudnya transparansi dan efisiensi pengadaan yang lebih baik, tersedianya informasi harga satuan khusus di internal PLN, serta mendukung pertanggung-jawaban proses pengadaan.Hal ini dapat mencerminkan sangat baiknya suatu proses pengambilan keputusan juga leadership dalam penyelenggaran tata kelola Teknologi Informasi.
Referensi
1. Aisonhaji, “Inovasi Sistem Pengadaan untuk Transparansi dan Efisiensi” 2008 (URL http://aisonhaji.wordpress.com/2008/07/12/inovasi-sistem-pengadaan-untuk-transparansi-dan-efisiensi/ )
2. Aisonhaji, “Kontrak pengadaan Barang/Jasa” 2008 (URL http://aisonhaji.wordpress.com/2008/05/15/kontrak-pengadaan-barangjasa/ )
3. Bale Bengong.net, “E-Procurement untuk Memudahkan Pengadaan” (URL http://www.balebengong.net/kabar-anyar/2010/03/11/e-procurement-untuk-memudahkan-pengadaan.html )
4. Darna Setiadi, “IMPLEMENTASI e-PROCUREMENT UNTUK MENINGKATKAN KINERJA OPERASIONAL PT. GARUDA INDONESIA” 2009 h5-6.
5. EPIQ Advance Supply Management: E-Procurement (URL http://www.epiqtech.com/e-procurement.htm )
6. Fahmi Mochtar, “e-Procurement sebagai Dukungan Good Corporate Governance : Sistem e-Procurement PT.PLN(Persero) Mampu Memberikan Penghematan Sebesar 400 Milyar/tahun” (URL http://eproc.pln.co.id/ )
7. Falahah, “PERENCANAAN TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI BERDASARKAN FRAMEWORK COBIT” LPPM, SNATI Yogyakarta, 2006
8. Hadwi Soendjojo, “Teknologi Informasi dan Peningkatan Layanan Publik”, E-Local Goverment Help Desk, Depkominfo, 2008, h1. (URL http://elghd-indonesia.org/id/data/knowledge-based/teknologi-informasi-dan-peningkatan-layanan-publik--2008071986/1/ )
9. Hemat Dwi Nuryanto, “Optimalisasi Penerapan e-Procurement” 2008 (URL http://hdn.zamrudtechnology.com/2008/08/21/optimalisasi-penerapan-e-procurement/ )
10. Kristine W. MacRae, “Best Practices : E-Procurement”, GBET Coplan & Company, Seattle Los Angeles 2002.
11. LKPP-Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, “Implementasi e-Procurement sebagai Inovasi Pelayanan Publik”
12. Pande Baik, “e-Procurement Inovasi Pelayanan Publik Sektor Pengadaan berbasis Teknologi Informasi” 2010 (URL http://www.pandebaik.com/2010/03/11/e-procurement-inovasi-pelayanan-publik-sektor-pengadaan-berbasis-teknologi-informasi/ )
13. IT Governance Institute, Board Briefing on IT Governance, 2rd Edition.
14. IT Governance Institute, CobiT Audit Guidelines, 3rd Edition., July 2000
15. IT Governance Institute, CobiT Implementation Tool Set, 3rd Edition., July 2000
Comments
Post a Comment