Pengelolaan Informasi Trambtibum dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul


BAB I Pendahuluan
A.  Latar Belakang Masalah
Dalam UUD 1945 Pasal 28 F dinyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Hal tersebut memberikan konsekuensi bagi lembaga-lembaga/institusi publik untuk membuka akses informasi kepada masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut telah ditetapkan suatu undang-undang yaitu Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang diharapkan dapat memberikan landasan operasional yang memberi jaminan terbukanya informasi bagi masyarakat luas terkait pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun perusahaan publik atau lembaga non pemerintah yang mendapatkan alokasi dari APBN/D dan bantuan luar negeri.
Apabila dilihat secara konteks hubungan antara pemerintah daerah dan warga negaranya,  secara garis besar implikasi penerapan UU KIP tersebut melekat pada dua pihak, yaitu penyelenggara pemerintahan daerah dan masyarakat atau publik. Pada pihak penyelenggara pemerintahan daerah, ada beberapa implikasi penerapan UU KIP, seperti kesiapan pemerintah daerah untuk mengklasifikasikan informasi publik menjadi informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, informasi yang wajib diumumkan serta merta, dan informasi yang wajib disediakan serta informasi yang dikecualikan.
Selanjutnya Undang-Undang  Nomor:  32  Tahun  2004  tentang  Pemerintahan  Daerah, merupakan  salah  satu  wujud  reformasi  otonomi  daerah  dalam  rangka meningkatkan  efisiensi  dan  efektivitas  penyelenggaraan  otonomi  daerah untuk memberdayakan daerah dan  meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam  rangka  mengantisipasi  perkembangan  dan  dinamika  kegiatan masyarakat  seirama  dengan  tuntutan  era  globalisasi  dan  otonomi  daerah, maka  kondisi  ketenteraman  dan  ketertiban  umum  daerah  yang  kondusif merupakan  suatu  kebutuhan  mendasar  bagi  seluruh  masyarakat  untuk meningkatkan mutu kehidupannya.
Satpol  PP  mempunyai  tugas  membantu  kepala  daerah  untuk  menciptakan suatu  kondisi  daerah  yang  tenteram,  tertib,  dan  teratur  sehingga penyelenggaraan  roda  pemerintahan  dapat  berjalan  dengan  lancar  dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu, di samping  menegakkan  Perda,  Satpol  PP  juga  dituntut  untuk  menegakkan kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala daerah. Sehubungan  dengan  hal  tersebut  dan  sesuai  dengan  ketentuan  susunan organisasi,  formasi,  tugas,  fungsi,  wewenang,  hak  dan  kewajiban  Satpol  PP ditetapkan  dengan  Perda  yang  berpedoman  pada  peraturan  pemerintah.
Komitmen pemerintah untuk mewujudkan       good governance telah ditetapkan dalam berbagai kebijakan seperti instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Inpres Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Menciptakan kondisi yang aman dan tentram sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang di tuangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan komitmen program pemerintah tersebut, yaitu dalam hal pelaksanaan tugas umum pemerintahan yang pada dasarnya adalah untuk melakukan pelayanan umum yang berkualitas, memuaskan, transparan, dapat dipertanggungjawabkan diperlukan adanya Standar Oparasional Prosedur (SOP) sebagai pedoman/petunjuk bagi para aparatur (pejabat/pegawai) dalam melaksanakan tugas (pelayanan) dan bagi para pengguna jasa pelayanan (pelanggan) untuk mengetahui/memahani akan suatu prosedur pelayanan yang dilakukan oleh aparatur. Dengan demikian dapat kejelasan tanggung jawab, serta memberikan informasi yang diperlukan dalam menciptakan/ menghasilkan efisiensi dan efektivitas kinerja organisasi dalam mencapai tujuannya. Untuk menjamin adanya kesamaan pengertian dan keseragaman dalam tugas dan pelayanan informasi, maka perlu di buat Standar Operasinal Prosedur (SOP) di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul.

B.  Permasalahan
1.   Identifikasi Masalah
                  Secara umum permasalahan yang terkait dengan pengelolaan informasi Tramtibum di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul adalah sebagai berikut:
a. Belum adanya pemahaman yang tepat mengenai esensi e government dikarenakan lemahnya sisi sumber daya manusia (SDM).
b.   Problem ketersediaan infrastruktur sebagai hal pokok bagi penerapan e government belum sepenuhnya ada.
c.   Peraturan seputar e government di daerah belum ada.
d.  Terjadinya “pulau-pulau” informasi di masing-masing bidang dan seksi yang ada di Satuan Polisi Pamong Praja, sehingga belum ada bidang atau personel tertentu yang menjadi admin pengumpul data dan menjadi sumber data atau bank data tentang informasi tramtibum di Kabupaten Bantul, khususnya di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul.
e.  Belum optimalnya implentasi atas arahan strategis guna pengembangan TI dan MI untuk pengelolaan informasi Tramtibum di Satpol. PP Kabupaten Bantul..
f.  Masih adanya kebiasaan lama dalam pengolahan informasi Tramtibum yang seharusnya sudah diganti dengan paradigma baru melalui standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan.
2.   Rumusan Masalah
          Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
Bagaimana pengelolaan Informasi Trambtibum dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul?

C.   Tujuan Penulisan
Sebuah penulisan harus mempunyai tujuan dengan harapan arah dari penulisan yang dilakukan akan jelas. Dengan adanya tujuan penulisan diharapkan langkah-langkah kajian dan analisa dari penulisan yang dilakukan sesuai dengan harapan. Berdasarkan perumusan masalah,  maka tujuan penulisan yang ingin dicapai antara lain :
1. Untuk mengetahui pengelolaan Informasi Trambtibum dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul.

D.   Manfaat Penelitian
Sebuah penulisan diselenggarakan dalam rangka meraih tujuan tertentu dan diharapkan dapat memberikan manfaat. Oleh karenanya penulis berharap makalah/paper ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, yaitu: 
1.    Secara teoritis
a. Dari sisi teoritis penulis berharap makalah/ paper ini dapat memberikan sebuah pencerahan baru mengenai pengelolaan Informasi Trambtibum dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul
b. Bagi penulis, makalah/paper ini merupakan bagian dari proses belajar yang harus ditempuh untuk mendapatkan banyak pengetahuan tentang bagaimana  pengelolaan Informasi Trambtibum dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul.
c. Bagi pembaca dan penulis lain, dapat dijadikan informasi untuk meneliti lebih lanjut mengenai  pengelolaan Informasi Trambtibum dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul.
2.   Secara praktis
a. Meningkatkan kesadaran kepada pihak-pihak terkait sebagai stakeholder dan pejabat publik yang bekewenangan dalam pengambilan keputusan untuk mengoptimalkan pengelolaan Informasi Trambtibum dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul. 
b.  Bagi pegawai dan staf di lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul, dapat sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan langkah dalam melaksanakan pengelolaan Informasi Trambtibum dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) ke depan.

BAB II Kajian Pustaka
A. Definisi Konsep
1.  Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan dan tanda–tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca serta disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi Informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non-elektronik.  
2. Informasi Publik adalah Informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan badan Publik lainnya yang sesuai dengan Undang–undang ini serta Informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan Publik.
3.  Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah Pejabat yang bertanggung jawab dibidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan Informasi di badan Publik.
4.  Pembantu Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pegawai yang bertanggung jawab dibidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di Satker./badan publik pemerintah dan membantu tugas-tugas PPID di masing-masing satker. 
5.  Komisi informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang–undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi pulik dan menyelesaikan sengketa informasi Publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. 
6.  Satuan Unit Kerja adalah semua unsur yang ada dalam susunan secara struktur di dalam organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul. 
7. Sumber Data adalah pusat informasi dan dokumentasi yang sudah dihasilkan untuk di publikasikan dan di dokumentasikan sesuai dengan jenisnya, yaitu informasi publik atau informasi yang dikecualikan.
8.  Informasi yang dikecualikan adalah dalam pelaksanaannya badan publik memiliki hak dalam menolak permintaan informasi publik yang terkecualikan yang sudah diatur dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik yang tertuang dalam Pasal 6.meliputi: (Rencana operasi/razia, lokasi, tempat, identitas pelapor, dan dokumen/data-data yang belum di baca, teliti dan di sahkan oleh pimpinan/PPID, dll menurut UU KIP).
9. SOP adalah dokumen tertulis atau instruksi yang merinci semua langkah dan kegiatan proses atau prosedur.













D.  
     D. Peraturan dari Pusat yang mengatur
1.  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4846);
3.  Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5038);
4. Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5071);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
7. Peraturan Pemerintah Nomor:  6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094) Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 28;
8.  Inpres Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan Pengembangan e government;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri  Nomor  26 Tahun 2005 tentang Pedoman Prosedur Tetap  Operasional Satuan Polisi Pamong Praja;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri  Nomor  57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah;
11. Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor  PER/15/M.PAN/7/2008 Tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi;
12. Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor  PER/21/M.PAN/11/2008 Tentang Pedoman Penyusunan Standar Operating Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintah;


E.  Peraturan Daerah yang mengatur
1. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 13 Tahun 2007 tentang Penetapan Urusan Pemerintahan Wajib dan Pilihan Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Kabupatem Bantul Seri D Nomor: 11 Tahun 2007);
2. Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah kabupatem Bantul Seri D Nomor: 14 Tahun 2009);

BAB III Metodologi
A.  Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam kegiatan penulisan ini mempunyai tujuan mengungkap fakta mengenai obyek yang diamati dan diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini dilakukan dengan cara antara lain:
1.    Observasi
Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat secara sistematis serta dapat dikontrol keandalan (reliabilitas) dan kesahihannya (validitasnya).
Metode ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi, baik dengan cara melihat ataupun mendengarkan suatu kejadian dan kemudian merekamnya. Observasi dapat dilakukan secara langsung maupun dengan perantara. Dalam observasi langsung, peneliti melihat dan mendengarkan apa yang sedang terjadi.
”Observasi menggunakan pengamatan langsung terhadap fenomena yang diteliti. Pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tidak sadar, kebiasaan dan lain-lain” (Moleong, 2006: 175).
2.    Wawancara
Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut interviewer, sedangkan orang yang diwawancarai disebut interciewee. Wawancara berguna untuk mendapatkan data dari tangan pertama (primer), pelengkap teknik pengumpulan lainnya, menguji hasil pengumpulan data lainnya. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mempunyai keuntungan sebagai berikut salah satu teknik terbaik untuk mendapatkan data pribadi, tidak terbatas pada tingkat pendidikan, asalkan responden dapat berbicara dengan baik saja, dapat dijadikan pelengkap teknik pengumpulan data lainnya, sebagai penguji terhadap data-data yang didapat dengan teknik pengumpulan data lainnya (Sutopo, 2002: 58).
”Secara sederhana wawancara dapat didefinisikan sebagai percakapan dengan tujuan tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu” (Moleong, 2006:186).
Metode ini biasanya dikerjakan dengan mengajukan pertanyaan oleh peneliti kepada narasumber. Ini tidak berarti bahwa wawancara harus dilakukan dengan face to face antara peneliti dengan narasumber. Wawancara dapat pula dilakukan melalui telepon ataupun dituangkan dalam form tertulis dan diajukan kepada narasumber yang menjadi obyek penelitian. Namun dalam pelaksanaa penelitian ini peneliti melakukan kegiatan wawancara ini langsung berdialog dengan narasumber yang berkompeten dengan topik dari penelitian ini agar mendapatkan informasi yang jelas dan lengkap sesuai yang diperlukan oleh peneliti.
3.    Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Keuntungan menggunakan dokumentasi ialah biayanya relatif murah, waktu dan tenaga lebih efisien. Sedangkan kelemahannya ialah data yang diambil dari  dokumen cenderung sudah lama. Data-data yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi cenderung merupakan data sekunder (Sutopo, 2002: 69).
4.   Browsing Internet
Browsing internet terutama ditujukan untuk mengakses World Wide Web, mereka juga dapat digunakan untuk mengakses informasi yang disediakan oleh server web di jaringan swasta atau file dalam sistem file . Web browser utama adalah Windows Internet Explorer, Mozilla Firefox, Apple Safari, Google Chrome, dan Opera.
Tujuan utama dari browsing internet adalah untuk membawa sumber informasi kepada pengguna. Kebanyakan browser dapat menampilkan gambar, audio, video, dan XML file, dan sering mempunyai plug-in untuk mendukung Flash aplikasi dan applet Java. Setelah menemui file yang tidak didukung atau tipe file yang ditetapkan untuk di-download daripada yang ditampilkan, browser akan meminta pengguna untuk menyimpan file ke disk.

B.  Teknik Analisis Data
1.  Evaluasi Diri Berdasarkan Analisis SWOT
Dalam manajemen modern, dikenal dengan teori analisa medan kekuatan (Force Field Analysis). Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Fouad Sherif dengan istilah Performance Improvement Planning dan dikembangkan oleh PBB untuk melaksanakan lebih dari 250 proyek di berbagai negara.
Ia mengemukakan bahwa: “Apabila suatu organisasi mau membuat suatu perencanaan, langkah pertama yang harus dilaksanakan adalah mengadakan Analisis Medan Kekuatan dengan memperhatikan SWOT”. (Lembaga Administrasi Negara, 1993: 1).

SWOT adalah akronim dari kata-kata Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang), dan Threats (ancaman). Strenght (kekuatan) adalah kompetensi khusus yang terdapat dalam organisasi yang berakibat pada pemilikan keunggulan/ kelebihan komperatif. Dikatakan demikian karena satuan organisasi memiliki sumber, ketrampilan, produk andalan dan sebagainya yang membuatnya lebih kuat dari pesaing dalam memuaskan kebutuhan. Contoh: kekuatan pada sumber keuangan, citra positif , keunggulan kedudukan, lembaga dengan unit pemasok input, loyalitas pengguna produk dan kepercayaan berbagai pihak yang berkepentingan dan sebagainya. Weakness (kelemahan) ialah keterbatasan atau kekurangan dalam hal sumber, ketrampilan dan kemampuan menjadi penghalang serius bagi penampilan kinerja organisasi.
Berbagai keterbatasan dan kekurangan kemampuan tersebut bias terlihat dari sarana dan prasarana yang dimiliki, kemempuan manajerial yang rendah, produk yang tidak/kurang diminati, perolehan keuntungan kurang memadai. Opportunity (peluang) ialah berbagai situasi lingkungan yang menguntungkan bagi satuan organisasi. Yang dimaksud dengan berbagai situasi disini antara lain kecenderungan penting terjadi dikalangan pengguna produk, perubahan dalam kondisi persaingan, peraturan dalam peraturan perundang-undangan yang membuka berbagai kesempatan baru dalam kegiatan organisasi, hubungan dengan pemakai produk ”akrab” dan hubungan dengan unit-unit terkait “harmonis”. Threats (ancaman), ialah kebalikan dari pengertian peluang yakni factor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan suatu organisasi. Jika tidak segera diatasi akan menjadi ganjalan/ halangan/ hambatan laju aktifitas satuan organisasi baik untuk masa sekarang maupun masa depan. Berbagai contoh antara lain: masuknya pesaing baru, pertumbuhan yang lamban, meningkatnya posisi tawar pemakai produk yang dihasilkan, menguatnya posisi tawar input yang diperlukan  untuk proses menjadi output/ produk tertentu, perkembangan dan teknologi yang belum dikuasai. Dapat dipahami bahwa “O” dan “S” adalah kekuatan pendorong sedangkan “T” dan “W” merupakan kekuatan penghambat. Pengaruh-pengaruh eksternal biasanya adalah “O” dan “T”, sedangkan kekuatan yang ada di dalam (internal) organisasi adalah “S” dan “W”
Dari berbagai uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan analisa situasi satuan organisasi adalah suatu kajian untuk mengidentifikasi atau mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman organisasi pada saat sekarang sebagai bahan kajian dalam rangka peningkatan, penyempurnaan, dan pengembangan organisasi pada masa yang akan dating. Lingkup kajian analisa situasi pada dasarnya ada dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kelembagaan, ketenagaan, ketatalaksanaan, dana, sarana dan prasarana, dan informasi. Sedangkan faktor eksternal meliputi kebijaksanaan umum dan mitra kerja seperti instansi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, tokoh masyarakat/ pemuka agama, dampak iptek/ globalisasi, perubahan tata nilai/ perilaku dan sebagainya.
Dari hal tersebut dapat dilihat betapa banyak dan beragamnya kelemahan dan ancaman yang siap menghambat gerak maju organisasi dalam mencapai sasaran yang hendak dicapai. Konsekuaensi logis dari situasi yang demikian adalah bahwa pihak perencana harus mampu menambah sebanyak mungkin kekuatan pendorong dan menekan sekecil mungkin bahkan menghilangkan sama sekali kekuatan penghambat. Penting disadari bahwa berbagai faktor kekuatan yang sifatnya kritikal berperan sangat penting dalam membatasi usaha pencarian berbagai alternatif dan pilihan strategis untuk digunakan (Sondang.P Siagian, 1995: 174). Dengan demikian dapat dipahami bahwa melalui analisa SWOT,  kompetensi khusus yang dimiliki dan kelemahan yang menonjol dapat dinilai dan dikaitkan dengan berbagai faktor penentu keberhasilan satuan organisasi.
Identifikasi SWOT sangat penting karena langkah-langkah berikutnya dalam proses perencanaan untuk pencapaian tujuan yang dipilih mungkin berasal dari SWOT.
Analisis SWOT sering digunakan dalam akademisi untuk menyoroti dan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Hal ini terutama bermanfaat dalam mengidentifikasi area untuk pengembangan.
2.   Faktor Internal dan faktor eksternal
Tujuan dari analisis SWOT adalah untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal kunci yang penting untuk mencapai tujuan. Ini datang dari dalam rantai nilai unik perusahaan. Analisis SWOT kelompok bagian kunci dari informasi ke dalam dua kategori utama:
a.   Faktor internal - Kekuatan dan kelemahan internal organisasi.
b.  Faktor Eksternal - Peluang dan ancaman yang disajikan oleh lingkungan eksternal organisasi.
Faktor internal dapat dipandang sebagai kekuatan atau kelemahan tergantung pada dampaknya terhadap tujuan organisasi. Apa yang mungkin merupakan kekuatan berkaitan dengan satu tujuan mungkin kelemahan untuk tujuan lain. Faktor-faktor yang dapat mencakup semua itu 4P, kepegawaian, keuangan, kemampuan maupun manufaktur, dan sebagainya. Faktor eksternal dapat mencakup masalah makro ekonomi, perubahan teknologi, peraturan perundangan, dan perubahan sosial-budaya, serta perubahan di pasar atau posisi kompetitif. Hasilnya sering disajikan dalam bentuk matriks.
Analisis SWOT adalah salah satu metode kategorisasi dan memiliki kelemahan sendiri. Sebagai contoh, mungkin cenderung untuk membujuk perusahaan untuk menyusun daftar daripada berpikir tentang apa yang sebenarnya penting dalam mencapai tujuan. Hal ini juga menyajikan daftar yang dihasilkan tidak kritis dan tanpa prioritas yang jelas sehingga, misalnya, kesempatan lemah mungkin muncul untuk menyeimbangkan ancaman yang kuat.

BAB   IV  Pembahasan
A.  Hasil dan Pembahasan
Pengembangan TI dan Egovernment sudah banyak dilakukan oleh Pemda. Namun ternyata tidak semua Pemda mengikuti mekanisme standar dalam setiap proyek TI.
Idealnya sebuah pengembangan Teknologi Informasi didasari pada Master Plan & Blue Print yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun pada prakteknya tidak bisa kondisi ideal itu diwujudkan. Daerah sebagai lembaga otonom tentu saja tetap menjadi bagian dari NKRI. Status ini menjadikan ketergantungan daerah pada kebijakan pusat, termasuk dalam pengembangan.
Pada kenyataannya penyusunan Program Kerja dan implementasinya dapat menjadi tidak konsisten ketika anggaran yang diajukan guna mendukung Program Kerja tahunan tersebut tidak disetujui. Akhirnya tolok ukur keberhasilan pengembangan Teknologi Informasi Daerah tergantung pada ada tidaknya anggaran yang dialokasikan di bidang Teknologi Informasi, baik untuk kepentingan internal Pemerintah Daerah maupun dalam rangka mencukupi pengembangan Teknologi Informasi publik.     
Terkait dengan hal tersebut, maka dari hasil pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi di Satpol. PP Kabupaten Bantul, didapatkan data dan informasi hasil pengamatan sebagai berikut:
           1.    Aspek Sumber Daya Manusia (SDM)
a.   Memiiki SDM dibidang teknologi informasi dan komunikasi.
b.   Prosentase penguasaan dan penggunaan teknologi informasi masih rendah
c.    Masih terdapat anggota Satpol. PP yang belum menguasai penggunaan komputer.
d.  Banyak sumber dan narasumber untuk proses pembelajaran di bidang teknologi informasi dan komunikasi.
e.   Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sangat pesat.
f.  Kurangnya penguasaan pemanfaatan teknologi informasi akan mengakibatkan tertinggal dari daerah lain.
2.   Aspek Teknologi/ Jaringan
a.    Sudah terdapat jaringan intranet dan internet. 
b.    Belum optimalnya pemanfaatan jaringan
c.    Penguasaan komputer dan Internet, baik pimpinan maupun staf masih rendah.
d.    Teknologi jaringan sudah murah dan mudah didapat di pasaran.
e.    Pengembangan aplikasi jaringan sudah lebih mudah dan cepat.
f.  Masyarakat sudah melek internet, membuat mereka lebih suka mendapatkan informasi yang terpasang di Web.
3.   Aspek Data/ Informasi
a.  Tersedianya perangkat pemroses data.
b.   Adanya keinginan pemusatan data.
c.  Ada keinginan untuk mengintegrasikan data-data untuk kepentingan pelayanan publik lewat jaringan.
d.  Belum ada Basis Data terpadu.
e.  Belum ada prosedur standar penanganan data
f.   Organisasi dan kelengkapan data masih belum baik.
g.  Kemajuan Teknologi Informasi yang canggih dan berdayaguna.
h.  Perangkat pemroses data semakin lengkap dan canggih
i.   Ada sistem Basis Data Terdistribusi ataupun terpusat yang terpadu.
j.   Tuntutan masyarakat tentang informasi dan pelayanan.
k.  Tuntutan masyarakat akan transparansi.
l.   Dinamika masyarakat yang menuntut terciptanya Good  Governance.
4.  Aspek Manajemen/ Organisasi
a.  Seluruh instansi telah mempunyai jaringan intranet dan internet.. 
b.  Seluruh instansi  terhubung lewat jaringan.
c.  SDM dalam bidang teknologi informasi di Satpol. PP belum merata.
d.  Teknologi informasi dan komunikasi dapat mengefektifkan pelayanan Informasi.
e.  Banyak best practise e-Government yang dapat dirujuk.
f.   Tuntutan kecepatan pelayanan untuk masyarakat.
g.  Tuntutan penyajian informasi yang cepat dan akurat.
5.   Aspek Proses
a. Ada keinginan untuk mengintegrasikan data-data untuk kepentingan pelayanan publik lewat jaringan.
b.  Text Box:  Adanya kesadaran pentingnya keterpaduan pelayanan.
c.  Ketersediaan dan kualitas peralatan antar bidang tidak merata.
d.  Penerapan Otonomi daerah.
e.  Masyarakat semakin kritis.
 
B.  Deskripsi
1.   Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul
Satuan Polisi Pamong Praja berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul adalah perangkat pemerintah daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum serta menegakkan peraturan daerah. Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul adalah Tipe A, dengan eselonsi bagi Kepala Satuan IIB, dengan susunan organisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) terdiri atas :
1.   Kepala Satuan;
2.   Bagian Tata Usaha, terdiri atas :
a.  Sub Bagian Umum dan  Kepegawaian;
b.  Sub Bagian Program, Keuangan dan Aset;
3.   Bidang  Pengendalian dan Operasi, terdiri atas :
a.  Seksi Pengamanan dan Peningkatan Kapasitas;
b.  Seksi Intelijen dan Teritorial;
4.   Bidang  Penegakan Peraturan Daerah, terdiri atas :
a.  Seksi Penyidikan dan Penindakan;
b.  Seksi Penyuluhan, Pengkajian dan Evaluasi;
5.   Bidang Ketentraman dan Ketertiban, terdiri atas :
a.  Seksi Pengawasan dan Penertiban;
b.  Seksi Inventarisasi dan Pengaduan;
6.  Kelompok Jabatan Fungsional.
Selanjutnya  dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul diatur tugas pokok Satuan Polisi Pamong Praja. Tugas pokok Satuan Polisi Pamong Praja berdasarkan pasal tersebut adalah memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati.
Satuan Polisi Pamong Praja dengan organisasi seperti ini diharapkan dapat lebih menjamin terciptanya kondisi ketenteraman dan ketertiban umum daerah yang kondusif, karena susunan organisasi lebih lengkap sehingga mestinya lebih mampu dalam menangani dan menyelesaikan berbagai permasalahan hukum serta ketenteraman dan ketertiban umum di wilayah Kabupaten Bantul. Namun berdasarkan pengamatan penulis, organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul yang ada saat ini belum dapat berperan secara optimal dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam upaya mewujudkan  kondisi ketenteraman dan ketertiban umum daerah yang kondusif, yang dapat dilihat dari masih relatif banyaknya terjadi pelanggaran peraturan daerah dan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum di wilayah Kabupaten Bantul.
Disamping itu, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja, seharusnya organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul segera diadakan perubahan untuk disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah baru tersebut. Namun dalam kenyataannya sampai sekarang perubahan tersebut belum dilaksanakan, sehingga hal ini juga merupakan permasalahan dalam organisasi Satuan Polisi Pamong Praja.
Sebagai satu-satunya lembaga teknis daerah yang bertugas membantu Bupati dalam bidang ketentraman dan ketertiban umum dan penegakan peraturan daerah, maka tugas pokok dan fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul adalah  Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati, serta dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsi :
a.      perumusan kebijakan teknis di bidang ketentraman dan ketertiban;
b.      penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
c.      pemantauan dan evaluasi pelaksanaan ketentraman dan ketertiban umum;
d.      penegakan peraturan daerah; dan
e.      pelaksanaan tugas lain yang diberikan dan atau diperintahkan atasan.
Mendasari pada tugas pokok dan fungsi tersebut, maka visi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul adalah “Terciptanya masyarakat Bantul Tertib, Tenteram, Sejahtera dan Demokratis”.
           Untuk mewujudkan visi tersebut, maka Satpol. PP Kabupaten Bantul memiliki misi ke dalam (pemerintahan) dan misi kemasyarakatan. Beberapa misi yang diemban antara lain 
Mewujudkan tegaknya Peraturan Daerah; Mewujudkan Aparatur pemerintah yang trampil dan Profesional sehingga tercipta Good Government dan Good Governance.
Dengan demikian stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan informasi tramtibum dengan Standar Operasional Prosedur di Satpol. PP Kabupaten Bantul mencakup Organisasi Satuan Kerja Satpol. PP Kabupaten Bantul dan pegawai Pemerintah Kabupaten Bantul dan masyarakat Bantul pada umumnya serta pihak-pihak lain diluar komunitas Kabupaten Bantul. Komunitas Teknologi Informasi & Multimedia Bantul sendiri terdiri dari berbagai kalangan, baik pendidikan dan akademisi, pedagang/pengusaha, tokoh masyarakat, dan lain-lain.
2.   Jenis Pelayanan Satuan Polisi Pamong Praja
Jenis pelayanan yang dilaksanakan oleh Satpol. PP Kabupaten Bantul diantaranya adalah sebagai berikut:
a.    Pemberian informasi terkait dengan kegiatan Satpol. PP Kabupaten Bantul.
b.  Pengamanan unjuk rasa dan event-event penting baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
c.    Melakukan tindakan persuasif dengan memberikan pembinaan kepada masyarakat agar mematuhi Perda.
d.   Menerima  dan  melakukan  penanganan atas pengaduan dari warga masyarakat atau badan hokum terkait dengan gangguan ketentraman, ketertiban umum dan pelanggaran perda.
e.  Melaksanakan  sosialisasi  atau  penyuluhan mengenai pelaksanaan perda  dan Perbup.   serta hal-hal yang terkait dengan ketentraman dan ketertiban umum.
f.     Melaksanakan penegakan perda dan perbup.
Terkait dengan topik yang diangkat dalam observasi di lapangan ini, maka difokuskan pada pelaksanaan pengelolaan informasi tramtibum di Satpol. PP Kabupaten Bantul.


 D. Matrik Analisis SWOT

E.   Hasil Analisa dan Strategi
Untuk menentukan strategi pengembangan dan peningkatan adalah dengan mengetahui isu strateginya. Identifikasi isu strategis  memiliki peranan yang sangat vital, terutama untuk pengambilan keputusan atau perumusan suatu kebijakan yang akan dilaksanakan oleh organisasi. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Bryson (1995) bahwa isu strategis adalah pilihan kebijakan mendasar yang mempengaruhi mandat, misi, nilai, tingkat dan kombinasi pelayanan, klien biaya, organisasi atau manajemen tentang efektivitas suatu strategi. Bryson (1995) mengemukakan beberapa kriteria, yaitu secara teknis dapat dikerjakan, secara polistis dapat diterima olah para stakeholders, harus sesuai dengan filosofi dan nilai-nilai organisasi, bersifat etis, moral, legal dan merupakan keinginan organisasi untuk lebih baik, dan harus sesuai dengan isu strategis yang hendak dipecahkan.
Penyusunan strategi untuk peningkatan kinerja dilakukan dengan membuat matriks keterkaitan antara aspek strategis internal dan eksternal yang menghasilkan beberapa rumusan. Peningkatan kinerja berdasarkan matriks keterkaitan antara faktor strategis internal dan eksternal dilakukan dengan mengembangkan beberapa stetegi sesuai dengan positioning Satpol. PP Kabupaten Bantul yang berada pada taraf lembaga yang membutuhkan strategi pengembangan secara stabil dengan pendekatan agressive maintenance strategy (Strategi perbaikan agresif), adalah strategi konsolidasi internal dengan mengadakan perbaikan-perbaikan berbagai bidang. Ringkasnya adalah perlu melakukan perbaikan faktor-faktor kelemahan untuk memaksimalkan pemanfaatan peluang. Pilihan strategi berdasarkan isu strategis selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:


F.   Tahap Pengembangan
Tahapan yang dilakukan untuk menemukan strategi yang tepat bagi pengembangan dan peningkatan adalah berdasarkan hasil evaluasi diri, yaitu: Analisis faktor strategis internal dan eksternal adalah pengolahan factor-faktor strategis pada lingkungan internal dan eksternal dengan memberikan pembobotan dan rating pada setiap faktor strategis. Faktor strategis adalah faktor dominant dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang memberikan pengaruh terhadap kondisi dan situasi yang ada dan memberikan keuntungan bila dilakukan tindakan positif (Robert G Dyson, 1980: 8-12 dalam Singarimbun, 1995: 54).
Penyusunan strategi untuk pengembangan dilakukan dengan membuat matrik keterkaitan antara aspek strategis internal dan eksternal yang menghasilkan beberapa rumusan. Tahapan pengembangan dan peningkatan berdasarkan matriks keterkaitan antara faktor strategis internal dan eksternal dilakukan dengan mengembangkan beberapa strategi sesuai dengan posisi atau keadaan Satpol. PP Kabupaten Bantul yang berada pada taraf yang membutuhkan strategi pengembangan dengan pendekatan aggressive maintenance strategy (strategi perbaikan agresif), adalah strategi konsolodasi internal dengan mengadakan perbaikan-perbaikan di berbagai bidang. Perbaikan faktor-faktor kelemahan untuk memaksimalkan pemanfaatan peluang.
Selengkapnya tentang kerangka analitis proses penyusunan strategi pengembangan berdasarkan kajian lingkungan internal dan eksternal dapat dilihat pada tabel berikut:

 
Berdasarkan hasil uraian analisa dan strategi untuk pengembangan di Satpol. PP Kabupaten Bantul, maka dapat disusun beberapa tahapan pengembangan yaitu sebagai berikut:
1.   Tahun I (Pertama)
a. Isu Strategisnya adalah Bagaimana memanfaatkan ketersediaan jaringan  untuk terciptanya pemerintahan yang Good  Governance. 
b.  Strateginya adalah Memanfaatkan ketersediaan jaringan untuk pelayanan yang cepat, tepat dan terpadu, serta ketersediaan informasi yang akurat dan informatif   untuk terciptanya pemerintahan yang Good  Governance. 
c. Kebijakannya adalah Mengoptimalkan ketersediaan jaringan yang ada untuk pelayanan yang cepat, tepat dan terpadu, serta ketersediaan informasi yang akurat dan informatif   untuk terciptanya pemerintahan yang Good  Governance dengan pengelolaan teknologi informasi di lingkungan pemerintah kabupaten Bantul dengan menggunakan model Connected Government sebagai solusi.
2.   Tahun II (Kedua)
a.  Isu Strategisnya adalah Bagaimana membuat posedur standar penanganan data dan informasi dengan pemanfaatan teknologi untuk mengefektifkan pelayanan kepada masyarakat?
b. Strateginya adalah Perlu dibuat prosedur penanganan data dan informasi dengan pemanfaatan teknologi untuk mengefektifkan pelayanan kepada masyarakat menuju  terciptanya pemerintahan yang Good  Governance
c. Kebijakannya adalah Segera dibuat Standar operasional prosedur (SOP) tentang pengelolaan informasi Tramtibum di Satpol. PP Kabupaten Bantul yang dibakukan dan menjadi acuan bagi staf dan pejabat eselon dilingkungan satuan kerja Satpol. PP Kabupaten Bantul.
3.   Tahun III (Ketiga)
a.  Isu Strategisnya adalah Bagaimana memanfaatkan SDM di bidang teknologi untuk mengikuti perkembangan teknologi informasi yang terbaru.
b. Strateginya adalah Memanfaatkan SDM di bidang teknologi untuk mengikuti perkembangan teknologi informasi yang terbaru guna melakukan  pelayanan yang cepat, tepat dan terpadu, menuju  terciptanya pemerintahan yang Good  Governance 
c.  Kebijakannya adalah pengiriman SDM di bidang teknologi dan informasi di Satpol. PP Kabupaten Bantul untuk mendapatkan peningkatan pengetahuan tentang perkembangan teknologi dan informasi melalui diklat-diklat maupun kursus pendek yang teknis mempelajari tentang perkembangan teknologi informasi.
4.   Tahun IV (Keempat)
a.  Isu Strategisnya adalah Bagaimana dengan peralatan dan perangkat yang ada dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi untuk dapat melayani dengan cepat, tepat dan terpadu, serta ketersediaan informasi yang akurat dan informatif   menuju terciptanya pemerintahan yang Good  Governance ?
b. Strateginya adalah Perlu meningkatkan ketersediaan dan kualitas peralatan dan perangkat untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi guna melayani dengan cepat, tepat dan terpadu, serta ketersediaan informasi yang akurat dan informatif   menuju terciptanya pemerintahan yang Good  Governance 
c.  Kebijakannya adalah Melakukan pengadaan peralatan dan perangkat dengan jumlah dan kualitas yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan teknologi informasi untuk dapat melayani dengan cepat, tepat dan terpadu, serta ketersediaan informasi yang akurat dan informatif   menuju terciptanya pemerintahan yang Good  Governance.
5.   Tahun V (Kelima)
a.  Isu Strategisnya adalah Bagaimana memanfaatkan sumber dan narasumber untuk meningkatkan kemampuan SDM di bidang teknologi informasi?
b. Strateginya adalah Memanfaatkan sumber dan narasumber untuk meningkatkan kemampuan SDM di bidang teknologi dan informasi. 
c.   Kebijakannya adalah perlu untuk mengundang dan bekerjasama dengan pihak ketiga sebagai sumber dan narasumber untuk dapat meningkatkan kemampuan dan kompetensi SDM di bidang teknologi dan informasi di lingkungan Satker. Satpol. PP Kabupaten Bantul agar dapat melakukan pelayanan dengan cepat, tepat dan terpadu, serta ketersediaan informasi yang akurat dan informatif   menuju terciptanya pemerintahan yang Good  Governance. 

BAB IV KESIMPULAN
A.  Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan pembahasan di atas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.   Secara umum Satpol. PP Kab. Bantul belum optimal dalam melaksanakan pengelolaan Informasi tramtibum, dikarenakan belum ada SOP nya.
2.   Hal tersebut terlihat dari kekurang siapan baik dari segi SDM maupun peralatan dan perangkat Teknologi Informasi di Satpol. PP. Kabupaten Bantul.
3.  Pengelolaan informasi tramtibum di Satpol. PP  Kabupaten Bantul saat ini masih menggunakan metode campuran on-line dan off-line, dan aksesbilitasnya sudah tersedia on-line, baik internal maupun eksternal.
B.   Rekomendasi
Dari hasil analisa dan pembahasan di atas juga, maka dapat disarankan beberapa rekomendasi sebagai berikut :
1.  Perlu adanya komitmen bersama untuk melaksanakan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
2.  Perlu dibuat prosedur penanganan data dan informasi untuk melayani masyarakat menuju  terciptanya pemerintahan Good  Governance 
3.  Perlu meningkatkan ketersediaan dan kualitas peralatan dan perangkat untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat 
4. Perlunya peningkatan kemampuan dan kompetensi SDM yang terampil dalam penggunaan teknologi informasi.
5.   Satpol. PP Kab. Bantul perlu meningkatkan tahapan layanan dan pengelolaan informasi tramtibum dalam rangka mendukung perwujudan prisip-prinsip Good governance.
6.   Satpol. PP Kabupaten Bantul perlu untuk mengundang dan bekerjasama dengan pihak ketiga sebagai sumber dan narasumber untuk dapat meningkatkan kemampuan dan kompetensi SDM di bidang teknologi dan informasi di lingkungan Satker. Satpol. PP Kabupaten Bantul agar dapat melakukan pelayanan dengan cepat, tepat dan terpadu, serta ketersediaan informasi yang akurat dan informatif   menuju terciptanya pemerintahan yang Good  Governance.

REFERENSI

Bryson, John M, (1995). Strategic Palanning for Public and Non Profit Organization, A Guide to Strengthening and Sustaining Organizational Achievment. Revisied Edition. San Fransisco: Josey Bass-Publisher.
Lembaga Administrasi Negara. (1993). Perencanaan Peningkatan Kinerja. Jakarta.

Moleong, lexy, J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rangkuti, Freddy. (2001). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Siagian, Sondang P. (1995). Manajemen Stratejik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. (1989). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Sutopo, H.B., 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.

http://bantulkab.go.id/ di akses tanggal 14 Mei 2011.

http://en.wikipedia.org/wiki/SWOT_analysis di akses tanggal 14 Mei 2011.


 





Comments

Popular posts from this blog

Implementasi IT dalam Bidang Pemerintahan: Penerapan e-Procurement System dalam mendukung e-Governance dan Good Corporate Governance

Cinta yang Abadi